Google
 

My Blog

  • Paromega - *Langkah-Langkah (Pendaftaran, Pengisian dana, Pengambilan dana)* Sebelum mengikuti Prosedur Dibawah, saya ingin mengingatkan anda bahwa jika ditengah Pros...
    4 tahun yang lalu

Selasa, 07 April 2009

Beth Eden Cagar Budaya Berusia 200 Tahun

Maluku, sejak jaman penjelajahan samudera oleh bangsa-bangsa Eropa, dikenal sebagai daerah yang kaya akan rempah-rempah, cengkeh dan pala.

Pada 1512, pelaut berkebangsaan Portugis mulai memasuki kawasan Maluku, disusul Spanyol, Belanda maupun para pedagang dari Gujarat dan Teluk Persia, serta China.

Dalam misi mencari rempah-rempah di Maluku, para pedagang dan misionaris pun menyebarkan agama hingga ke kalangan pribumi.

Bukti sejarah penyebaran agama itu dapat dilihat dari peninggalan mereka yang kini menjadi cagar budaya, seperti rumah, benteng, masjid, dan gereja.

Bangunan bersejarah yang terkenal di Maluku antara lain masjid dan gereja di desa Hitu, Kecamatan Leihitu, Pulau Ambon, Kabupaten Maluku Tengah.

Kedua tempat ibadah itu sudah lama dijadikan sebagai cagar budaya daerah dalam pengawasan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, yang kini beralih ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Maluku.

Selain di desa Hitu, di desa Ameth, Kecamatan Nusalaut, kabupaten yang sama, juga memiliki bangunan cagar budaya yang unik, yakni Gedung Gereja Beth Eden yang dibangun pada 1800-an.

Keunikan gedung ibadah umat Nasrani itu terletak pada bangunannya yang berbentuk segi delapan dengan delapan tiang penyangga setinggi empat meter.

Gereja itu dibangun oleh Josep Hole, seorang ahli bangunan asal desa Sirisori Sarane, Kecamatan Saparua.

Gereja berkapasitas 1.000 jemaat itu memiliki perbedaan dibandingkan dengan benteng Benvica, peninggalan bangsa Portugis di Pulau Banda, yang berbentuk segi lima seperti struktur bangunan Gedung Pertahanan Amerika Serikat, Pentagon.

Menurut Pattinasarane, warga Ameth, sampai sekarang masyarakat di desanya masih menggunakan Beth Eden, bangunan berusia hampir 200 tahun itu, sebagai tempat Ibadah Minggu maupun ibadah lainnya.

Pemerintah daerah setempat telah menetapkan bangunan itu sebagai benda cagar budaya untuk dilestarikan.

Direnovasi

Beth Eden, yang dibangun tahun 1817, pernah mengalami kerusakan berat, dindingnya roboh dihantam gempa tektonik sekitar akhir abad 18 akibat gempa di laut Seram.

Sampai detik ini warga setempat masih mengenang peristiwa itu, yang mereka sebut "Bahaya Seram".

Pejabat pemerintah setempat, D Tuanakotta (1886-1906), berinisiatif membangun kembali gedung gereja tersebut sesuai bentuk aslinya, tetapi dindingnya menggunakan papan kayu besi agar tidak mudah retak atau roboh saat gempa.

Tahun 1976, kepala desa Ameth A Picauli mempunyai gagasan baru untuk merenovasi kembali gereja tua itu sesuai bentuk asli, tapi menggunakan atap seng dan temboknya dibuat dari beton.

Renovasi Beth Eden, yang berlokasi di bibir pantai, terakhir kali dilakukan Dinas Pendidikan dan Kebudayan Maluku tahun 1987 hingga 1989. Tapi, saat ini kondisi atapnya sudah rusak berkarat akibat uap air laut yang tinggi kadar garamnya, juga terpaan angin kencang.

Mengingat nilai sejarah bangunan tersebut, Pemerintah Provinsi Maluku pun melakukan renovasi ulang.

Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu saat menghadiri acara renovasi atap gedung Gereja Beth Eden menyatakan, setiap benda cagar budaya yang telah diambil alih Disbudpar dan dikelola museum paling tidak harus mendapat alokasi anggaran baik APBD maupun APBN untuk biaya renovasi.

"Selama ini kita bisa lihat tidak sedikit situs cagar budaya seperti Beth Eden yang terkesan dibiarkan terlantar akibat tidak ada dana memadai untuk renovasi. Tetapi jika dibiarkan terus, lama-kelamaan bangunannya akan hancur atau hilang," kata Gubernur.

Dalam kunjungan kerja itu, isteri Gubernur, Ny Sophie Ralahalu, memberikan sumbangan sebesar Rp100 juta.

"Sumbangan ini saya berikan sebagai sebuah tanda mata bertepatan dengan perayan ulang tahun saya yang ke-51 bersama puteri tertua, Imanuela Ralahalu, tanggal 2 April 2009, nanti," kata Ny Sophie.

Panitia renovasi mengaku mendapatkan bantuan berupa sejumlah kayu dari warga desa Ruta, Kecamatan Amahai, yang penduduknya beragama Islam. Desa itu memiliki ikatan hubungan "Pela" (ikatan persaudaraan dua desa berbeda agama) dengan warga desa Ameth yang penduduknya beragama Nasrani.



Sumber : Antara - Minggu, April 5 ( Oleh Dien Kelilauw )


Tidak ada komentar:

DIJUAL

DIJUAL
Harga Rp. 75 juta (masih bisa nego)
ViralGen Referral Shopping
 
Pasang Iklan Rumah
Mobil Bekas